BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Negara
Republik Indonesia adalah Negara Hukum, sehingga segala sesuatu mesti
berdasarkan pada aturan-aturan hukum, terutama sekali diperlukan adanya aparat
penegak hukum yang diberi tugas, fungsi dan kewenangan menurut aturan hukum
yang secara formil merupakan landasan dan dasar legitimasinya untuk menegakkan
hukum.
Dalam undang-undang No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah memberikan
ekstensifikasi kewenangan kepada polisi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan
memberikan perlindungan serta pelayanan pada masyarakat. Tugas dan wewenang
Kepolisian yang diatur berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 tahun 2002,
tidak luput dari aturan-aturan KUHAP dalam melaksanakan tugasnya sebagai
penyidik.
Sedangkan KPK adalah komisi di
Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan
memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. kewenangan KPK untuk menangani kasus
korupsi diatur dalam Pasal 6 huruf c UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU KPK”), bahwa KPK mempunyai tugas
melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi.
Dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya keduanya terkadang mengalami beberapa benturan-benturan yang
mengakibatkan konflik dan terkadang berdampak kurang nyaman terhadap
masyarakat. Padahal keduanya sama-sama memiliki kewenangan secara atributif
sebagai penyidik Tindak Pidana. Polisi lebih memiliki kewenangan yang luas
dibandingkan dengan KPK. Polisi berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) berkedudukan sebagai penyelidik maupun penyidik beberapa kasus
Pidana secara Umum. sedangkan KPK lebih kearah Tindak Pidana Khusus, yakni
Korupsi.
Karena seperti hal nya yang kita
ketahui, baik Polri maupun KPK merupakan lembaga penegak hukum yang notabene
bertugas menegakkan supremasi hukum di Indonesia. Namun seiring dengan selalu
ada saja konflik diantara keduanya, jelas mengganggu kinerja kedua belah pihak,
dan dalam hal ini negara dan rakyatlah yang di rugikan. Maka penulis mencoba
mengangkat kasus perseteruan antara Polri dan KPK, dengan contoh kasus
simulator SIM.
1.2.
Identifikasi masalah
1.
Apa Pengertian Kebijakan / Politik Kriminal?
2.
Apa Tugas dan wewenang Kepolisian?
3. Sebutkan
Tugas dan wewenang KPK?
4. Jelaskan
Kewenangan Polri dan KPK dalam kasus simulator SIM
1.3 Tujuan
Masalah
1.
Mengetahui Pengertian Kebijakan / Politik Kriminal
2.
Mengetahui Tugas dan wewenang Kepolisian
3.
Mengetahui Tugas dan wewenang KPK
4.
Mengetahui Kewenangan Polri dan KPK dalam kasus
simulator SIM
1.4 Manfaat
Penulisan
Untuk
memenuhi Tugas Mata kuliah Kriminologi dan sebagai pengganti nilai mid semester
pada mata kuliah kriminologi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebijakan / Politik Kriminal
Prof Sudarto, S.H, pernah mengemukakan tiga arti mengenai
kebijakan kriminal, yaitu :
a.
Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode
yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana
b.
Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari
aparatur penegak hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan
polisi
c.
Dalam arti paling luas, (yang diambil dari Jorgen
Jepsen) ialah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan
dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakan norma-norma sentral dari
masyarakat.
Dalam
kesempatan lain, beliau mengemukakan definisi singkat, bahwa politik kriminal
merupakan “suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi
kejahatan”.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari
jahteraan maspolitik kriminal adalah “perlindungan masyarakat untuk mencapai
keseyarakat”.
2.2 Tugas dan wewenang Kepolisian
Tugas dan wewenang kepolisian dalam
melakukan penyidikan berhak menerima laporan dan pengawasan atas suatu tindak
pidana sesuai ketentuan KUHAP terutama ketentuan yang terdapat pada Pasal 7
ayat (1) “Wewenang penyidik antara lain :
a.
Menerima laporan atas pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana
b.
Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian
c.
Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa
tanda pengenal diri tersangka
2.3 Tugas dan wewenang KPK
KPK mempunyai wewenang yang diatur
pasal 8, yaitu, KPK dapat melakukan pengawasan, penelitian atau penelahaan
terhadap isntansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan
pemberantasan tindak korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelaayanan
publik. Dalam melaksanakan wewenang tersebut, KPK berwewenang juga mengambil
alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidanan korupsi yang sedang
dilakukan oleh pihak kepolisian atau kejaksanan.
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
a)
Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi
b)
Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi
c)
Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi
d)
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana
korupsi
e)
Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan Negara
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang:
1.
Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan tindak pidana korupsi
2.
Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan
pemberantasan tindak pidana korupsi
3.
Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan
tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait
4.
Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan
instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
5.
Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan
tindak pidana korupsi
2.4 Kewenangan Polri dan KPK dalam kasus simulator SIM
Saat ini
tersangka kasus korupsi pengadaan simulator tersebut sudah ditetapkan, walaupun
berbeda versi, baik oleh Polri maupun oleh KPK. Oleh karena itu, kasus ini
sudah masuk dalam tahap penyidikan. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g UU
No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Polri”),
Kepolisian bertugas menyelidik dan menyidik semua tindak pidana sesuai hukum
acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewenangan penyidik
Polri diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP:
Di sisi
lain, kewenangan KPK untuk menangani kasus korupsi diatur dalam Pasal 6 huruf c
UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU
KPK”), bahwa KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Dengan demikian, baik Polri maupun KPK, berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g
UU Polri serta Pasal 6 huruf c UU KPK, keduanya memang memiliki kewenangan
untuk menyidik tindak pidana korupsi.
Namun, KPK memiliki kewenangan tambahan yaitu dapat mengambil alih perkara
korupsi walaupun sedang ditangani oleh Kepolisian atau Kejaksaan (Pasal 8 ayat
(2) UU KPK). Akan tetapi, pengambil alihan perkara korupsi tersebut harus
dengan alasan yang diatur dalam Pasal 9 UU KPK.
Selain
kewenangan untuk mengambil alih perkara korupsi, ada hal lain yang menjadi
kewenangan KPK yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU KPK dan Pasal 50 UU
KPK:
Pasal 11
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan tindak pidana korupsi yang:
a.
melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara,
dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b.
mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;
dan/atau
c.
menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 50
1)
Dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan
Komisi Pemberantasan Korupsi belum melakukan penyidikan, sedangkan perkara
tersebut telah dilakukan penyidikan oleh kepolisian atau kejaksaan, instansi
tersebut wajib memberitahukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi paling lambat
14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan.
2)
Penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau
kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan koordinasi secara
terus menerus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
3)
Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai
melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian atau
kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.
4)
Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh
kepolisian dan/atau kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang
dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan.
Bila melihat
kembali Pasal 50 UU KPK, asalkan KPK juga sudah memulai penyidikan kasus
korupsi, maka Kepolisian atau Kejaksaan seharusnya patuh pada undang-undang.
Seperti disebutkan dalam artikel KPK Klaim Lebih
Dulu Tangani Kasus Simulator, Ketua KPK Abraham Samad menyatakan bahwa KPK
sudah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan termasuk menetapkan tersangka pada
27 Juli 2012, sedangkan Polri baru menetapkan tersangka pada 1 Agustus 2012.
Kronologi Kasus
Berikut
kronologi kasus Simulator SIM yang dipaparkan oleh Bareskrim Polri, Komisaris
Jendral (Pol) Sutarman dalam siaran persnya Jumat (3/8).
1.
Kasus simulator SIM berawal dari pemberitaan di
Majalah Tempo tanggal 29 April 2012 yang berjudul “SIMSALABIM SIMULATOR SIM”.
2.
Kabareskrim kemudian memerintahkan penyelidikan
terhadap informasi yang dimuat dalam berita Majalah Tempo tanggal 29 April 2012
hal 35 sampai dengan hal 38 tentang “SIMSALABIM SIMULATOR SIM,..”.
3.
Dalam penyelidikan Polri sesuai
Sprinlid/55/V/2012/Tipidkor tanggal 21 Mei 2012 telah melakukan interogasi dan
pengambilan keterangan terhadap 33 orang yang dinilai mengetahui tentang pengadaan
simulator peraga SIM kendaraan roda 2 maupun roda 4 tersebut.
4.
Dalam interogasi dengan Sukoco S. Bambang Penyelidik
memperoleh informasi, ada sejumlah data dan informasi yang telah diberikan ke
KPK.
5.
Bareskrim menyurat kepada KPK dengan Nomor Surat : B/3115/VII/2012/Tipidkor
tanggal 17 Juli 2012 perihal Dukungan Penyelidikan, yang isinya untuk meminta
data dan informasi yang dimiliki KPK tentang hasil pengumpulan bahan keterangan
dalam perkara Simulator R2 dan R4 dimaksud.
6.
Senin, (30/8/2012) pukul 14.00, Ketua KPK Abraham
Samad dan Bapak Zulkarnaen menghadap Kapolri, dan diterima diruang kerja
Kapolri, Kapolri didampingi Kabareskrim dan penyidik. Pada kesempatan tersebut
ketua KPK menyampaikan bahwa KPK akan melakukan Penyidikan kasus simulator SIM
di Korlantas. Kapolri meminta waktu satu atau dua hari untuk mendiskusikan
tindak lanjutnya karena Bareskrim juga sudah melakukan penyelidikan.
7.
Menindak lanjuti hasil pertemuan Ketua KPK dan
Kapolri, Bareskrim menghubungi ajudan pimpinan KPK untuk meminta waktu menghadap
Ketua KPK tanggal 31 Juli 2012, dan mendapat jawaban bahwa akan diterima pada
pukul 10.00 WIB terkait perkembangan penyelidikan Bareskrim.“Namun
kenyataannya, pada hari yang sama Pukul 16.00 penyidik KPK melakukan
penggeledahan di Korlantas, padahal sesuai dengan hasil kesepakatan pertemuan
Kapolri dan Ketua KPK kita menunggu satu atau dua hari untuk presentasi hasil
penyelidikan oleh Bareskrim,” dalam siaran Polri.
8.
Dalam proses pengeledahan salah satu penyidik KPK
mengatakan kepada petugas Korlantas bahwa Kapolri sudah mengijinkan
penggeledahan tersebut karena Ketua KPK sudah menghadapi Kapolri.
“Padahal pertemuan saat itu jam 14.00 tidak
membicarakan sama sekali tentang penggeledahan, sehingga terjadi mis komunikasi
dalam penggeledahan,” jelas siaran pers Polri.
Setelah Kabareskrim berdiskusi dengan 3 pimpinan KPK
Abraham Samad, Busro Mukodas dan Bambang Widjojanto didampingi Direktur
Penyelidikan dan Direktur Penuntutan KPK, disepakati untuk sementara
penggeledahan tetap dilanjutkan dan barang-barang hasil penggeledahan
ditempatkan dalam suatu ruangan tertentu dalam keadaan tersegel dan terkunci.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
tugas supervisi tersebut, KPK mempunyai wewenang yang diatur pasal 8, yaitu,
KPK dapat melakukan pengawasan, penelitian atau penelahaan terhadap instansi
yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan
tindak korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik“. Dalam
melaksanakan wewenang tersebut, KPK berwewenang juga mengambil alih penyidikan
atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidanan korupsi yang sedang dilakukan
oleh pihak kepolisian atau kejaksanan.
Kewenangan supervisi oleh KPK juga
dimaksudkan untuk meminimalisir penyalahgunaan kewenangan polisi dan jaksa
dalam melaksanakan pemberantasan tindak pidana krupsi. UU No. 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengantisipasi
kemungkinan terjadinya panyalahgunaan kewenangan itu, dengan memberikan
kewenangan kepada KPK untuk mengambil alih penyidikan atau penuntutan.
3.2 Saran
Didalam
kasus ini pendapat penulis keduanya ada benarnya ada juga salahnya, misal untuk
polri, sudah jelas penyidik mau melakukan tugasnya untuk memeriksa tersangka,
namun polri seakan-akan menghalang-halangi agar tidak terjadi pemeriksaan
dengan mengangkat kasus yang sudah lama. Benarnya, polisi karena dikhawatirkan
terjadinya ketidakpercayaan dari masyarakat dalam menangani kasus korupsi yang
pelakunya anggota polri, maka kasus diserahkan kepada KPK agar tidak ada
indikasi penyalahgunaan kewenangan dan menutup nutupi kebenaran yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
http://news.okezone.com/read/2015/08/26/337/1202783/pejabat-lemhanas-diperiksa-kpk-terkait-kasus-simulator-sim
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR
ISI
...................................................................................................... ii
BAB
I
PENDAHULUAN
................................................................................ 1
1.1
LATAR BELAKANG
.................................................................... 1
1.2
IDENTIFIKASI MASALAH
.......................................................... 2
1.3 TUJUAN MASALAH
..................................................................... 2
1.4 MANFAAT PENULISAN
.............................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN
.................................................................................. 3
2.1 PENGERTUAN KEBIJAN/POLITIK KRIMINA ..................... 3
2.2 TUGAS DAN WEWENANG KEPOLISIAN .............................. 3
2.3 TUGAS DAN WEWENANG KPK ............................................... 4
2.4 KWENANGAN POLRI DAN KPK DALAM KASUS
SIMULATOR
SIM
......................................................................... 5
BAB III
PENUTUP
......................................................................................... 9
3.1 KESIMPULAN
............................................................................... 9
3.2 SARAN
........................................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................
11
KASUS SIMULATOR SIM
PRAKTIKUM PENGAUDITAN

Kusrian agustin
1202035
SEKOLAH TINGGI
ILMU EKONOMI (STIE)
AMKOP MAKASSAR
2015
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar