Sumedang

Sumedang
Kabupaten Sumedang

Kamis, 15 Oktober 2015



AKUNTANSI  KEUANGAN DAN STANDAR AKUNTANSI







KUSRIAN AGUSTIN
1202035

SEKOLAH  TINGGI  ILMU EKONOMI  (STIE)
AMKOP  MAKASSAR
2015




KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan dalam penulisan makalah dengan materi seminar Proposal yang sama selanjutnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.















DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 1
BAB II Pembahasan ......................................................................................... 2
2.1 Sejarah Standar Akuntansi Keuangan ............................................................. 2
2.2 Latar Belakang Timbulnya PABU ................................................................. 5
2.3 Prinsip Akuntansi Indonesia ......................................................................... 6
BAB III Penutup ............................................................................................ 11
Kesimpulan ................................................................................................... 12
Daftar Pustaka ............................................................................................... 13









BAB I
PENDAHULUAN
·       Latar Belakang
Prinsip, standar, dan sistem akuntansi sangat akrab dengan pihak-pihak yang berada dalam lingkungan akuntansi. Manajemen yang menyajikan laporan keuangan mengenal dan akrab dengan istilah-istilah tersebut. Akuntan yang melakukan audit atas laporan keuangan menggunakan istilah tersebut dalam praktiknya. Mahasiswa yang belajar akuntansi bergelut memahaminya dalam berbagai mata kuliah. sistem akuntansi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan manajemen untuk menyajikan informasi yang diperlukan oleh pihak-pihak di luar organisasi sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum.
Sistem akuntansi keuangan, atau disebut juga dengan sistem informasi akuntansi keuangan, diperlukan untuk menghasilkan informasi kepada pihak luar sesuai dengan PABU/GAAP. Sistem tersebut disusun untuk dapat mengidentifikasi, mengukur, dan melaporkan transaksi (kejadian ekonomis). Sistem akuntansi keuangan merupakan bagian dari sistem infomasi manajemen.
·       Rumusan Masalah
  1. Bagaimana sejarah perkembangan Sejarah Standar Akuntansi Keuangan ?
  2. Bagaimana sejarah prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia ?
  3. Apa saja Tujuan Akuntansi dan Laporan Keuangan?
·       Tujuan Penulisan
  1. Meningkatkan penguasaan tentang standar akuntansi keuangan
  2. Memberikan penjelasan tentang prinsip akuntansi yang belaku di Indonesia
  3. Menjelaskan tujuan akuntansi dalam laporan keuangan






BAB II
PEMBAHASAN
·       Sejarah Standar Akuntansi Keuangan
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi disegala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini. Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan. Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007.
Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK). Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia. Due Process Prosedur penyusunan SAK.
Due Process Prosedur penyusunan SAK sebagai berikut :
  1. Identifikasi issue untuk dikembangkan menjadi standar;
  2. Konsultasikan issue dengan DKSAK;
  3. Membentuk tim kecil dalam DSAK;
  4. Melakukan riset terbatas;
  5. Melakukan penulisan awal draft;
  6. Pembahasan dalam komite khusus pengembangan standar yang dibentuk DSAK;
  7. Pembahasan dalam DSAK;
  8. Penyampaian Exposure Draft kepada DKSAK untuk meminta pendapat dan pertimbangan dampak penerapan standar;
  9. Peluncuran draft sebagai Exposure Draft dan pendistribusiannya;
  10. Public hearing;
  11. Pembahasan tanggapan atas Exposure Draft dan masukan Public Hearing;
  12. Limited hearing
  13. Persetujuan Exposure Draft PSAK menjadi PSAK;
  14. Pengecekan akhir;
  15. Sosialisasi standar
Due Process Procedure penyusunan Interpretasi SAK, Panduan Implementasi SAK dan Buletin Teknis tidak wajib mengikuti keseluruhan tahapan due process yang diatur dalam ayat 1 diatas, misalnya proses public hearing.
Due Process Procedure untuk pencabutan standar atau interpretasi standar yang sudah tidak relevan adalah sama dengan due process procedures penyusunan standar yang diatur dalam ayat 1 diatas tanpa perlu mengikuti tahapan due proses e, f, i, j, dan k sedangkan tahapan m dalam ayat 1 diatas diganti menjadi: Persetujuan pencabutan standar atau interpretasi.
Alasan Mengapa Dunia Akuntansi Memerlukan Sebuah Standar Akuntansi
Ada beberapa alasan mengapa dunia akuntansi memerlukan sebuah standar akuntansi :
  1. Banyak pihak yang menggunakan informasi keuangan untuk membuat keputusan-keputusan ekonomi.
  2. Masing-masing pengguna laporan keuangan mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda terhadap informasi keuangan.
  3. Perlakuan yang tidak sama (ukuran dan pengungkapan) dalam menyediakan/menyajikan informasi keuangan perusahaan.
  4. Ketentuan dalam menyajikan dalam menginterpretasikan bentuk dan isi laporan keuangan.
  5. Sebagai criteria dalam menilai perfoma perusahaan.
·           Latar Belakang Timbulnya Prinsip Akuntansi Berlaku Umum
Timbulnya prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP) dapat dilihat dari peran akuntansi yaitu menyajikan informasi kepada berbagai pihak. Secara khusus GAAP mengatur akuntansi keuangan yang menyajikan informasi kepada pihak di luar organisasi. Akan tetapi, informasi yang disajikan tersebut tidak hanya berguna untuk pihak di luar perusahaan tetapi juga pihak intern organisasi. Menurut Fess dan Warren (1990;794) informasi akuntansi keuangan yang disajikan sesuai dengan GAAP memang utamanya ditujukan kepada pihak luar ( external) tetapi juga berguna bagi manajemen untuk mengarahkan operasi perusahaan. Perusahaan menambah berbagai laporan yang diperlukan yang tidak harus diatur oleh GAAP yang dibutuhkan oleh manajemen.
Akuntansi yang diselenggarakan untuk menghasilkan informasi kepada pihak eksteral disebut juga dengan akuntansi keuangan sedangkan akuntansi yang memfokuskan diri pada penyajian laporan untuk tujuan pengambilan keputusan intern organisasi disebut akuntansi manajemen.
Miller et.al (1985:5) menyatakan ada tiga kelompok orang yang berpartisipasi dalam akuntansi keuangan yaitu pengguna (users), penyaji (preparers), dan auditor (auditors). Pengguna adalah individu atau institusi yang mengandalkan informasi akuntansi keuangan dalam pengambilan keputusan investasi atau kredit. Dalam kelompok ini termasuk investor, kreditor, analis keuangan dll. Penyaji adalah pihak yang menyusun dan menerbitkan laporan keuangan yaitu manajemen. Auditor adalah pihak yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan untuk menyatakan pendapat atas kewajarannya.
Ketiga pihak yang berpartisipasi dalam akuntansi keuangan memiliki kepentingan yang berbeda-beda atas penyajian laporan keuangan. Persepsi masing-masing pihak yang terlibat juga berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan satu aturan yang disepakati untuk dapat dijadikan pegangan bagi pengguna, penyaji, dan auditor. Disini arti penting dan latar belakang munculnya prinsip akuntansi berlaku umum (GAAP).
·           Prinsip Akuntansi Indonesia
Prinsip akuntansi Indonesia (PAI) merupakan himpunan prinsip, prosedur, metode, dan teknik akuntansi yang mengatur penyusunan laporan, khususnya yang ditujukan kepada pihak luar. PAI hanya berlaku di Indonesia, namun penyusunannya juga memperhatikan prinsip-prinsip akuntansi yang diakui secara internasional atau umum, yaitu General Agreement Accounting Principles (GAAP).
Dengan adanya prinsip akuntansi, laporan keuangan yang disusun mempunyai kesatuan bahasa teknik akuntansi yang dapat dimengerti oleh para pemakainya, sehingga tujuan akuntansi keuangan untuk menyampaikan akuntansi kepada pihak luar mencapai sasaran secara tepat.
Penerapan prinsip akuntansi dalam menyusun laporan keuangan ini menghasilkan laporan keuangan yang layak, tepat, relevan dan dapat dipercaya. Tetapi angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan bukan sesuatu yang mutlak karena tergantung dari prinsip serta kebijaksanaan akuntansi yang dilaksanakan perusahaan yang bersangkutan. Bila kebijaksanaan akuntansi yang dianut berubah maka angka yang disajikan dalam laporan keuangan akan berbeda. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip akuntansi bersifat longgar. Apabila kita mengetahui sejak terbentuknya prinsip akuntansi yang merupakan suatu persetujuan dari berbagai pihak yang berkepentingan maka kelonggaran prinsip akuntansi menjadi hal yang wajar.
Perumusan prinsip-prinsip, prosedur, metode dan teknik-teknik dalam PAI dibatasi pada hal-hal yang berhubungan dengan akuntansi keuangan dan diungkapkan dalam garis  besarnya saja. Selain itu prinsip-prinsip yang diatur dalam PAI bersifat umum, tidak mencakup praktek akuntansi untuk industri tertentu, seperti perbankan atau Asuransi. Karena PAI belum mengatur keseluruhan praktek akuntansi di Indonesia, masalah-masalah yang belum diatur dalam PAI perlakuannya diserahkan kepada pihak yang bersangkutan, sepanjang tidak bertentangan dengan praktek akuntansi yang lazim  ( sound accounting practice ) dan didasarkan atas pertimbangan yang sehat.
Tujuan Akuntansi dan Laporan Keuangan
Tujuan umum
  • Memberikan informasi keuangan mengenai aktiva dan kewajiban serta modal suatu perusahaan.
  • Memberikan informasi mengenai perubahan aktiva netto (aktiva dikurangi kewajiban ) yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba.
  • membantu pemakai laporan keuangan dalam menaksir potensi perusahaan dalam memperoleh laba.
  • memberikan informasi mengenai perubahan aktiva dan kewajiban suatu perusahaan.
  • memberikan informasi mengenai kebijaksanaan akuntansi  yang dianut perusahaan.
Tujuan kualitatif
Tujuan kualitatif mengandung arti kegunaan (manfaat) laporan akuntansi bagi pemakai. Laporan dikatakan bermanfaat memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
  • Relevan
Laporan harus dihubungkan dengan maksud peggunaannya. Laporan atau informasi yang bertujuan umum (general purpose information) perhatiaannya difokuskan pada kebutuhan umum pemakai, bukan pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu, perlu dipilih metode pengukuran dan pelaporan keuangan yang membantu pemakai dalam mengambil keputusan
  • Dapat dimengerti (Understandable)
Laporan atau informasi dinytakan dalam bentuk dan dengan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian pemakai. Namun, pemakai juga diharapkan memiliki pengetahuan tentang proses akuntansi serta istilah yang dipakai dalam laporan keuangan.
  • Daya uji (verifiability)
Laporan atau informasi harus dapat diuji kebenarannya oleh para pengukur independen dengan menggunakan metode pengukuran yang sama.
  • Netral (netral)
Laporan atau informasi diarahkan pada kepentingan umum dan tidak bergantung pada kebutuhan pihak tertentu.
  • Tepat waktu
Laporan atau informasi harus disampaikan sedini mungkin sehingga membantu pengambilan keputusan tanpa harus tertunda.
  • Daya banding (comparability)
Laporan dapat dibandingkan dengan laporan-laporan periode yang lalu atau dapat dibandingkan dengan laporan perusahaan lain yang sejenis.
  • Lengkap (complete)
Laporan meliputi semua data akuntansi keuangan dan informasi tambahan sehingga tidak menyesatkan para pengambil keputusan.
Konsep-Konsep Dasar Akuntansi
Pengumpulan data, pencatatan, dan pelaporan informasi keuangan suatu perusahaan berpedoman pada prinsip atau konsep yang mendasari sistem akuntansi. Konsep dasar akuntansi adalah sebagai berikut :
  • Kesatuan usaha (Business Entity)
Perusahaan merupakan kesatuan ekonomi yang terpisah dari pihak yang berkepentingan dengan sumber-sumber perusahaan. Pemisahan itu sebagai pertimbangan dalam mempertanggung jawabkan keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
  • Kesinambungan (continuitas)
Kesatuan ekonomi (perusahaan) melanjutkan usahanya dan tidak akan dibubarkan
  • Periode akuntansi (Accounting Period)
Kegiatan perusahaan dipisahkan dalam periode-periode. Penyajiaan laporan secara periodik akan membantu pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan.
  • Pengukuran dalam nilai uang (Money Measurement)
Informasi utama pada laporan keuangan diukur dengan nilai uang karena uang merupakan penyebut (denominator) umum dalam pengukuran aktiva, kewajiban perusahaan dan perubahaannya.
  • Harga pertukaran
Transaksi keuangan harus dicatat sebesar harga pertukaran, yaitu jumlah uang yang diterima atau dibayarkan untuk transaksi.
  • Metode akkrual
Penetapan pendapatan dan beban (biaya) didasarkan pada saat terjadinya penyerahaan prestasi, bukan pada saat penerimaan atau pengeluaran uang.
  • Prinsip Konsistensi
Prinsip konsistensi merupakan pengunaan metode akuntansi (perhitungan ataupun pencatatan) yang sama dari periode ke periode.
  • Prinsip materialitis
Prinsip materialistis mengutamakan perhitungan dan jumlah materiil yang layak untuk diperhitungan. Jumlah yang kurang layak diperhitungkan (immateriil) dapat diabaikan.
  • Prinsip konservatif
Apabila menghadapi ketidakpastian, dapat dipilih alternatif yang paling menguntungkan. Misalnya, memperhitungkan kemungkinan terjadinya kerugian (beban), tetapi tidak memperhitungkan kemungkinan terjadinya pendapatan (keuntungan).










BAB III
PENUTUP
·           Kesimpulan
Informasi keuangan dalam bentuk laporan keuangan adalah komunikasi bisnis kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Laporan keuangan juga berguna bagi pihak intern organisasi. Kepentingan dan persepsi para pihak tersebut atas laporan keuangan berbeda-beda. Oleh karena itu harus ada aturan yang disepakati untuk dapat dijadikan acuan bagi pihak intern dalam menyajikan laporan keuangan dan pihak ekstern dalam  memahami laporan keuangan tersebut.
Standar akuntansi merupakan aturan utama yang harus menjadi acuan/pedoman dalam setiap penyajian laporan keuangan dalam kerangka prinsip akuntansi berlaku umum. Standar tersebut penting agar laporan keuangan lebih berguna, dapat dimengerti dan dapat diperbandingkan serta tidak menyesatkan.



Praktikum akuntansi SIMULATOR SIM



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum, sehingga segala sesuatu mesti berdasarkan pada aturan-aturan hukum, terutama sekali diperlukan adanya aparat penegak hukum yang diberi tugas, fungsi dan kewenangan menurut aturan hukum yang secara formil merupakan landasan dan dasar legitimasinya untuk menegakkan hukum.
Dalam undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia  telah memberikan ekstensifikasi kewenangan kepada polisi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan serta pelayanan pada masyarakat. Tugas dan wewenang Kepolisian yang diatur berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 tahun 2002, tidak luput dari aturan-aturan KUHAP dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyidik.
Sedangkan KPK adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. kewenangan KPK untuk menangani kasus korupsi diatur dalam Pasal 6 huruf c UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU KPK”), bahwa KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya keduanya terkadang mengalami beberapa benturan-benturan yang mengakibatkan konflik dan terkadang berdampak kurang nyaman terhadap masyarakat. Padahal keduanya sama-sama memiliki kewenangan secara atributif sebagai penyidik Tindak Pidana. Polisi lebih memiliki kewenangan yang luas dibandingkan dengan KPK. Polisi berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berkedudukan sebagai penyelidik maupun penyidik beberapa kasus Pidana secara Umum. sedangkan KPK lebih kearah Tindak Pidana Khusus, yakni Korupsi.
Karena seperti hal nya yang kita ketahui, baik Polri maupun KPK merupakan lembaga penegak hukum yang notabene bertugas menegakkan supremasi hukum di Indonesia. Namun seiring dengan selalu ada saja konflik diantara keduanya, jelas mengganggu kinerja kedua belah pihak, dan dalam hal ini negara dan rakyatlah yang di rugikan. Maka penulis mencoba mengangkat kasus perseteruan antara Polri dan KPK, dengan contoh kasus simulator SIM.

1.2. Identifikasi masalah
1.      Apa Pengertian Kebijakan / Politik Kriminal?
2.      Apa Tugas dan wewenang Kepolisian?
3.      Sebutkan Tugas dan wewenang KPK?
4.      Jelaskan Kewenangan Polri dan KPK dalam kasus simulator SIM

1.3 Tujuan Masalah
1.      Mengetahui Pengertian Kebijakan / Politik Kriminal
2.      Mengetahui Tugas dan wewenang Kepolisian
3.      Mengetahui Tugas dan wewenang KPK
4.      Mengetahui Kewenangan Polri dan KPK dalam kasus simulator SIM

1.4 Manfaat Penulisan
Untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Kriminologi dan sebagai pengganti nilai mid semester pada mata kuliah kriminologi.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebijakan / Politik Kriminal
Prof Sudarto, S.H, pernah mengemukakan tiga arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu :
a.         Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana
b.        Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi
c.         Dalam arti paling luas, (yang diambil dari Jorgen Jepsen) ialah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakan norma-norma sentral dari masyarakat.
Dalam kesempatan lain, beliau mengemukakan definisi singkat, bahwa politik kriminal merupakan “suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan”.
            Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari jahteraan maspolitik kriminal adalah “perlindungan masyarakat untuk mencapai keseyarakat”.

2.2 Tugas dan wewenang Kepolisian
Tugas dan wewenang kepolisian dalam melakukan penyidikan berhak menerima laporan dan pengawasan atas suatu tindak pidana sesuai ketentuan KUHAP terutama ketentuan yang terdapat pada Pasal 7 ayat (1) “Wewenang penyidik antara lain :
a.         Menerima laporan atas pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
b.        Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian
c.         Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
2.3 Tugas dan wewenang KPK
KPK mempunyai wewenang yang diatur pasal 8, yaitu, KPK dapat melakukan pengawasan, penelitian atau penelahaan terhadap isntansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelaayanan publik. Dalam melaksanakan wewenang tersebut, KPK berwewenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidanan korupsi yang sedang dilakukan oleh pihak kepolisian atau kejaksanan.

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
a)      Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
b)      Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
c)      Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
d)     Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
e)      Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
1.      Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi
2.      Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
3.      Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait
4.      Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
5.      Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi

2.4 Kewenangan Polri dan KPK dalam kasus simulator SIM
Saat ini tersangka kasus korupsi pengadaan simulator tersebut sudah ditetapkan, walaupun berbeda versi, baik oleh Polri maupun oleh KPK. Oleh karena itu, kasus ini sudah masuk dalam tahap penyidikan. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Polri”), Kepolisian bertugas menyelidik dan menyidik semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewenangan penyidik Polri diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP:
Di sisi lain, kewenangan KPK untuk menangani kasus korupsi diatur dalam Pasal 6 huruf c UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU KPK”), bahwa KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.       Dengan demikian, baik Polri maupun KPK, berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g UU Polri serta Pasal 6 huruf c UU KPK, keduanya memang memiliki kewenangan untuk menyidik tindak pidana korupsi.
            Namun, KPK memiliki kewenangan tambahan yaitu dapat mengambil alih perkara korupsi walaupun sedang ditangani oleh Kepolisian atau Kejaksaan (Pasal 8 ayat (2) UU KPK). Akan tetapi, pengambil alihan perkara korupsi tersebut harus dengan alasan yang diatur dalam Pasal 9 UU KPK.
Selain kewenangan untuk mengambil alih perkara korupsi, ada hal lain yang menjadi kewenangan KPK yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU KPK dan Pasal 50 UU KPK:
Pasal 11
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang:
a.         melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan  tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b.        mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c.         menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 50
1)      Dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan Komisi Pemberantasan Korupsi belum melakukan penyidikan, sedangkan perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh kepolisian atau kejaksaan, instansi tersebut wajib memberitahukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan.
2)      Penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan koordinasi secara terus menerus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
3)      Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.
4)      Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan.
Bila melihat kembali Pasal 50 UU KPK, asalkan KPK juga sudah memulai penyidikan kasus korupsi, maka Kepolisian atau Kejaksaan seharusnya patuh pada undang-undang.
 Seperti disebutkan dalam artikel KPK Klaim Lebih Dulu Tangani Kasus Simulator, Ketua KPK Abraham Samad menyatakan bahwa KPK sudah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan termasuk menetapkan tersangka pada 27 Juli 2012, sedangkan Polri baru menetapkan tersangka pada 1 Agustus 2012.

           
          
Kronologi Kasus
Berikut kronologi kasus Simulator SIM yang dipaparkan oleh Bareskrim Polri, Komisaris Jendral (Pol) Sutarman dalam siaran persnya Jumat (3/8).
1.      Kasus simulator SIM berawal dari pemberitaan di Majalah Tempo tanggal 29 April 2012 yang berjudul “SIMSALABIM SIMULATOR SIM”.
2.      Kabareskrim kemudian memerintahkan penyelidikan terhadap informasi yang dimuat dalam berita Majalah Tempo tanggal 29 April 2012 hal 35 sampai dengan hal 38 tentang “SIMSALABIM SIMULATOR SIM,..”.
3.      Dalam penyelidikan Polri sesuai Sprinlid/55/V/2012/Tipidkor tanggal 21 Mei 2012 telah melakukan interogasi dan pengambilan keterangan terhadap 33 orang yang dinilai mengetahui tentang pengadaan simulator peraga SIM kendaraan roda 2 maupun roda 4 tersebut.
4.      Dalam interogasi dengan Sukoco S. Bambang Penyelidik memperoleh informasi, ada sejumlah data dan informasi yang telah diberikan ke KPK.
5.      Bareskrim menyurat kepada KPK dengan Nomor Surat : B/3115/VII/2012/Tipidkor tanggal 17 Juli 2012 perihal Dukungan Penyelidikan, yang isinya untuk meminta data dan informasi yang dimiliki KPK tentang hasil pengumpulan bahan keterangan dalam perkara Simulator R2 dan R4 dimaksud.
6.      Senin, (30/8/2012) pukul 14.00, Ketua KPK Abraham Samad dan Bapak Zulkarnaen menghadap Kapolri, dan diterima diruang kerja Kapolri, Kapolri didampingi Kabareskrim dan penyidik. Pada kesempatan tersebut ketua KPK menyampaikan bahwa KPK akan melakukan Penyidikan kasus simulator SIM di Korlantas. Kapolri meminta waktu satu atau dua hari untuk mendiskusikan tindak lanjutnya karena Bareskrim juga sudah melakukan penyelidikan.
7.      Menindak lanjuti hasil pertemuan Ketua KPK dan Kapolri, Bareskrim menghubungi ajudan pimpinan KPK untuk meminta waktu menghadap Ketua KPK tanggal 31 Juli 2012, dan mendapat jawaban bahwa akan diterima pada pukul 10.00 WIB terkait perkembangan penyelidikan Bareskrim.“Namun kenyataannya, pada hari yang sama Pukul 16.00 penyidik KPK melakukan penggeledahan di Korlantas, padahal sesuai dengan hasil kesepakatan pertemuan Kapolri dan Ketua KPK kita menunggu satu atau dua hari untuk presentasi hasil penyelidikan oleh Bareskrim,” dalam siaran Polri.
8.      Dalam proses pengeledahan salah satu penyidik KPK mengatakan kepada petugas Korlantas bahwa Kapolri sudah mengijinkan penggeledahan tersebut karena Ketua KPK sudah menghadapi Kapolri.
“Padahal pertemuan saat itu jam 14.00 tidak membicarakan sama sekali tentang penggeledahan, sehingga terjadi mis komunikasi dalam penggeledahan,” jelas siaran pers Polri.
Setelah Kabareskrim berdiskusi dengan 3 pimpinan KPK Abraham Samad, Busro Mukodas dan Bambang Widjojanto didampingi Direktur Penyelidikan dan Direktur Penuntutan KPK, disepakati untuk sementara penggeledahan tetap dilanjutkan dan barang-barang hasil penggeledahan ditempatkan dalam suatu ruangan tertentu dalam keadaan tersegel dan terkunci.
















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tugas supervisi tersebut, KPK mempunyai wewenang yang diatur pasal 8, yaitu, KPK dapat melakukan pengawasan, penelitian atau penelahaan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik“. Dalam melaksanakan wewenang tersebut, KPK berwewenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidanan korupsi yang sedang dilakukan oleh pihak kepolisian atau kejaksanan.
Kewenangan supervisi oleh KPK juga dimaksudkan untuk meminimalisir penyalahgunaan kewenangan polisi dan jaksa dalam melaksanakan pemberantasan tindak pidana krupsi. UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengantisipasi kemungkinan terjadinya panyalahgunaan kewenangan itu, dengan memberikan kewenangan kepada KPK untuk mengambil alih penyidikan atau penuntutan.






3.2 Saran
Didalam kasus ini pendapat penulis keduanya ada benarnya ada juga salahnya, misal untuk polri, sudah jelas penyidik mau melakukan tugasnya untuk memeriksa tersangka, namun polri seakan-akan menghalang-halangi agar tidak terjadi pemeriksaan dengan mengangkat kasus yang sudah lama. Benarnya, polisi karena dikhawatirkan terjadinya ketidakpercayaan dari masyarakat dalam menangani kasus korupsi yang pelakunya anggota polri, maka kasus diserahkan kepada KPK agar tidak ada indikasi penyalahgunaan kewenangan dan menutup nutupi kebenaran yang ada.





















DAFTAR PUSTAKA

http://news.okezone.com/read/2015/08/26/337/1202783/pejabat-lemhanas-diperiksa-kpk-terkait-kasus-simulator-sim



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR  ......................................................................................    i

DAFTAR ISI  ......................................................................................................   ii
BAB  I  PENDAHULUAN  ................................................................................   1
1.1  LATAR BELAKANG  ....................................................................   1
1.2  IDENTIFIKASI MASALAH  ..........................................................  2
1.3  TUJUAN MASALAH  .....................................................................  2
1.4  MANFAAT PENULISAN  ..............................................................  2
BAB  II  PEMBAHASAN  ..................................................................................  3
2.1  PENGERTUAN KEBIJAN/POLITIK KRIMINA  .....................   3
2.2  TUGAS DAN WEWENANG KEPOLISIAN  ..............................   3
2.3  TUGAS DAN WEWENANG KPK  ...............................................   4
2.4  KWENANGAN POLRI DAN KPK DALAM KASUS
SIMULATOR SIM  .........................................................................   5
BAB  III  PENUTUP  .........................................................................................   9
3.1  KESIMPULAN  ...............................................................................   9
3.2  SARAN  ........................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA  ........................................................................................ 11



KASUS SIMULATOR SIM
PRAKTIKUM PENGAUDITAN


                                           








Kusrian agustin
1202035

SEKOLAH  TINGGI  ILMU EKONOMI  (STIE)
AMKOP MAKASSAR
2015