Permasalahan Isu Audit Terkini Mengenai
Kasus Hambalang
Tindak
kecurangan di pemerintahan Indonesia sudah mencapai tingkat yang
memprihatinkan. Berbagai usaha telah dilakukan Pemerintah Indonesia baik dengan
memberdayakan secara maksimal lembaga-lembaga penegak hukum, seperti Kejaksaan,
Pengadilan, dan Kepolisian. Bahkan dalam dasawarsa terakhir Pemerintah juga
telah membentuk dan memberdayakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Terjadinya kecurangan tersebut
yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan dapat memberikan efek yang
merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Kecurangan yang dilakukan
oleh oknum-oknum pemerintah sulit terdeteksi karena pelaku biasanya merupakan
orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan suatu proyek. Untuk lebih lanjut,
audit laporan keuangan ini hanya dapat mendeteksi saja sedangkan untuk
pengungkapannya diserahkan pada auditor forensik yang lebih berwenang.
Peran audit
forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari waktu ke waktu semakin
terus meningkat. Bahka audit forensik banyak diterapkan ketika Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum yang diperlukan
untuk menangani kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada instansi seperti
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementrian untuk menggali
informasi selama proses pelaksanaan
audit kecurangan (fraud audit).
Audit
forensik didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara
kondisi dilapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi. Audit ini
bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan, ada juga peran audit
forensik dalam bidang hukum di luar pengadilan, misalnya dalam membantu
merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan
perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran
kontrak. Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau
mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk
melaksanakan audit forensik telah tumbuh pesat. Beberapa contoh di
mana audit forensik bisa dilaksanakan termasuk Kecurangan dalam
bisnis atau karyawan, Investigasi kriminal, Perselisihan pemegang saham dan
persekutuan, Kerugian ekonomi dari suatu bisni dan Perselisihan
pernikahan. Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar
independen, meskipun penugasan audit diberikan oleh salah satu pihak yang
bersengketa, independensi auditor harus
tetap dijaga. Perbedaan utama audit forensik dengan audit maupun audit
konvensional lebih terletak pada mindset (Kerangka
pikir). Metodologi kedua jenis audit tersebut tidak jauh berbeda. Audit
forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions,
oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan dan keteledoran seperti pada
audit umum.
Dalam hal
ini sebagai contoh Kasus Hambalang atau Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan
dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat,
menuai kontroversional. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp. 1,2
Triliun berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan
Nasional hampir membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat
Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004
dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk
menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim
Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi
pembangunan pusat olahraga tersebut. Bahkan tim verifikasi telah mensurvei lima
lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga, yakni Karawang,
Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang, tapi tim akhirnya memberikan
penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup, Bogor. Tim melihat
lahan di Hambalang itu sudah memenuhi semua kriteria penilaian, sehingga lokasi
tersebut dipilih untuk dibangun.
Menindaklanjuti
pemilihan lahan di Hambalang, Dirjen Olahraga Depdiknas langsung mengajukan
permohonan penetapan lokasi Diklat Olahraga Pelajar Nasional kepada Bupati
Bogor. Bupati Bogor menyetujui dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Bogor No.
591/244/Kpes/Huk/2004 tanggal 19 Juli 2004. Sambil menunggu izin
penetapan lokasi dari Bupati Bogor tesebut, pada 14 Mei 2004, Dirjen Olahraga
telah menunjuk pihak ketiga yaitu PT LKJ untuk melaksanakan pematangan lahan
dan pembuatan sertifikat tanah dengan kontrak No.364/KTR/P3oP/2004 dengan
jangka waktu pelaksanaan sampai dengan 9 November 2004 senilai Rp4.359.521.320.
Namun, ternyata lokasi Hambalang itu masuk zona kerentanan gerakan tanah
menengah tinggi sesuai dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM. Sesuai
dengan sifat batuannya, PVMBG menyarankan untuk tidak mendirikan bangunan di
lokasi tersebut karena memiliki risiko bawaan yang tinggi bagi terjadinya
bencana alam berupa gerakan tanah. Selain itu, status tanah di lokasi masih
belum jelas, meskipun telah dikuasai sejak pelepasan/pengoperan hak garapan
dari para penggarap kepada Ditjen Olahraga setelah realisasi pembayaran uang
kerohiman kepada para penggarap sesuai Berita Acara Serah Terima
Pelepasan/Pengoperan Hak Garapan tertanggal 19 September 2004. Sejak
itulah area tanah tersebut diakui sebagai aset Ditjen Olahraga dan kemudian
pada tanggal 18 Oktober 2005 diserah terimakan kepada organisasi baru yaitu
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) setelah Ditjen Olahraga
berubah menjadi Kemenpora. Menpora saat itu, Adhyaksa Dault mengakui bahwa
untuk membangun pusat olahraga pihaknya mengajukan anggaran sebesar Rp125
miliar. Karena proyek tersebut awalnya bukan untuk pembangunan pusat olahraga.
Melainkan hanya pembangunan
sekolah olahraga. "Rekomendasi
awalnya, di sana hanya untuk bangun sekolah olahraga dua lantai dan saya tidak
tahu bagaimana ceritanya berubah menjadi sport center," kata Adhyaksa
saat berbincang dengan VIVAnews.
Nilai proyek
ini kemudian bertambah hingga Rp2,5 triliun saat Kemenpora dipimpin oleh
Menteri Andi Mallarangeng. Hal tersebut terungkap dalam audit Hambalang, bahwa
pada tanggal 8 Februari 2010 dalam Raker antara Kemenpora dengan Komisi X,
Menpora menyampaikan rencana Lanjutan Pembangunan tahap I P3SON di Bukit
Hambalang Rp625.000.000.000. Permintaan itu diajukan karena dalam DIPA
Kemenpora TA 2010 baru tersedia Rp125 miliar. Menpora Andi Mallarangeng juga
menyampaikan bahwa usulan tersebut merupakan bagian rencana pembangunan P3SON
Bukit Hambalang Sentul yang secara keseluruhan memerlukan dana sebesar Rp2,5
triliun.
Andi
Mallarangeng pun menghormati hasil
audit BPK atas proyek Hambalang tersebut. Bahkan dirinya mendukung perlu adanya
pihak yang bertanggung jawab jika memang ditemukan adanya penyimpangan. "Sebagai menteri tentu saya menjalankan
tugas sebaik-baiknya termasuk dalam hal pengawasan," kata Andi. Ketua
Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Hadi Poernomo menyebut total kerugian negara
akibat Proyek Hambalang sebesar Rp463,67 miliar. Hal itu disampaikan dalam
paparan laporan hasil audit Hambalang Jilid II di ruang pimpinan DPR, Senayan,
Jakarta, Jumat (23/8). "BPK
menyimpulkan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp463,67 miliar akibat adanya
indikasi penyimpaangan dan penyalahgunaan wewenang wewenang yang mengandung
unsur-unsur pidana yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan P3SON
Hambalang," paparnya.
Pelanggaraan
tersebut terletak pada beberapa tahapan. Pertama, proses pengurusan hak atas
tanah. Kedua, proses pengurusan izin pembangunan. "Ketiga, proses pelelangan. Keempat, proses persetujuan RKA-KL dan
persetujuan Kontrak Tahun Jamak," tambahnya. Kelima, pelaksanaan
pekerjaan konstruksi dan keenam, pembayaran dan aliran dana yang diikuti
rekayasa akuntansi. Terkait proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak
Tahun Jamak, BPK juga menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor: 56/PMK.02/2010 yang diganti dengan PMK Nomor: 194/PMK.02/2011
tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak Dalam Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah yang diduga mengalami penurunan makna substantif dalam
proses persetujuan Kontrak Tahun Jamak.
Selain itu
juga terdapat hasil audit forensik kasus hambalang, Ketua Badan Pemeriksaan
Keuangan (BPK) Hadi Purnomo memaparkan sejumlah hasil audit terhadap
kasus Hambalang ke DPR. Menurutnya laporan audit investigasi kasus
Hambalang dilakukan dua tahap. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kasus Hambalang
tahap I dilakukan pada 30 Oktober 2012. Hasilnya telah disampaikan ke DPR.
Dalam LHP tahap I, BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap
peraturan perundang-undangan atau penyalahgunaan wewenang dalam proses
persetujuan tahun jamak, proses pelelangan, proses pelaksanaan konstruksi, dan
dalam proses pencarian uang muka yang dilakukan pihak terkait dalam pembangunan
Hambalang yang mengakibatkan timbulnya indikasi kerugian negara
sekurang-kurangnya Rp 263,66 miliar. Artinya, LHP tahap I dan II merupakan satu
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya secara komprehensif
menyajikan berbagai dugaan penyimbangan dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam
pembangunan Hambalang.
Dalam LHP
tahap II, terang Hadi, BPK menyimpulkan terdapat indikasi penyimpangan dan/atau
penyalahgunaan wewenang yang mengandung penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak
terkait dalam pembangunan proyek hambalang. Penyimpangan wewenang itu terjadi
pada proses pengurusan hak atas tanah, proses izin pembangunan, proses
pelelangan, proses persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, pelaksanaan
pekerjaan konstruksi, pembayaran, dan aliran dana yang di ikuti dengan rekayasa
akuntasi dalam proyek Pusat Pendidiakn Pelatihan dan Sekolah Olahraga
Nasional (P3 SON), Hambalang. Dalam LHP tahap II ini BPK kembali menemukan
adanya penyimpangan dalam proses pengajuan dan kerugian negara mencapai Rp471
miliar.
Berikut
kesimpulan LHP tahap II BPK soal Hambalang;
1)
Bahwa permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dari
Kemenpora kepada Menteri Keuangan atas proyek pembangunan P3 SON Hambalang
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang
berlaku, sehingga selayaknya permohonan tersebut tidak dapat disetujui Menteri
Keuangan.
2)
Bahwa pihak-pihak terkait secara bersama-sama diduga
telah melakukan rekayasa pelelangan untuk memenangkan rekanan tertentu dalam
proses pemilihan rekanan pelaksana proyek pembangunan P3 SON Hambalang.
3)
Bahwa pihak Kemenpora selaku pemilik proyek tidak
pernah melakukan studi amdal maupun menyusun DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan
Hidup) terhadap proyek pembangunan P3 SON Hambalang sebagaimana yang
diamanatkan UU Lingkungan Hidup. Persyaratan adanya studi amdal terlebih dahulu
sebelum mengajukan izin lokasi, site plan, dan IMB kepada Pemkab Bogor tidak
pernah dipenuhi oleh Kemenpora.
Terkait
dengan persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, BPK juga menemukan
adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan No 56/2010 yang diganti dengan
Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan
Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan
Menteri Keuangan No 194/2011 patut diduga bertentangan dengan Pasal 14 UU No
1/2004. Peraturan tersebut diduga untuk melegalisasi dugaan penyimpangan yang
telah terjadi. Pencabutan Permenkeu No 56/2010,mengindikasikan adanya
pembenaran atas ketidakbenaran atau penyimpangan atas Pasal 14 UU No 1/2004.
Berbagai indikasi penyimpangan yang dimuat dalam LHP tahap I dan II
mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 463,67 miliar. Yaitu senilai total
dana yang telah dikeluarkan oleh negara untuk pembayaran proyek pada 2010 dan
2011 sebesar Rp 471, 71 miliar. Dikurangi dengan nilai uang yang masih
berada pada KSO AW sebesar Rp 8,03 miliar.
Referensi :
Akuntono, Indra. (2013, 13 September).BAKN.Ajukan Tiga Rekomendasi
Terkait Kasus Hambalang. http://nasional.kompas.com/read/BAKN-Ajukan-Tiga-Rekomendasi-Terkait
Kasus-Hambalang. Diakses pada 27 November 2013, 01:05..
Fajar, Ajat M. (2013, 23
Agustus ). Inilah Hasil Audit Tahap II BPK Soal Hambalang. http://nasional.inilah.com. Diakses pada 27 November 2013, 01:10.
Farahdina, Gita. (2013, 23 Agustus). BPK: Kasus Hambalang Rugikan
Negara Rp463,67 Miliar. http://Metrotvnews.com. Diakses pada 27
November 2013, 00:30.
Hopwood, William, George Young, Jay Leiner. Forensic Accounting. http://Amazon.com:
(9780073526850):Books.
Keris, Panji. (2012, 24
April). Gambaran Umum Audit Forensik. http://panjikeris.wordpress.com/2012/04/24/audit-forensik/. Diakses pada 27 November 2013, 02:47.
Novita, Dyah Ratna Meta.
(2013, 23 Agustus). Berikut Hasil Audit BPK Soal Hambalang. http://Republika.co.id. Diakses pada 27 November 2013, 01:05.